Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tembung wilangan

Tembung wilangan - Tembung wilangan adalah sebuah bentuk bahasa Jawa yang digunakan untuk mengungkapkan hitungan atau urutan. Kata-kata dalam tembung wilangan terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu nomor yang memberitahukan jumlah kata, dan angka yang menyatakan jumlah hari. Dalam tembung wilangan, setiap kata dihitung menggunakan sistem angka Jawa, yang terdiri dari bentuk bilangan bulat atau pecahan. Gaya bahasa ini umumnya digunakan dalam sastra Jawa untuk memberikan keindahan dan kedalaman pada karya sastra.


Contoh dari tembung wilangan yang umum digunakan adalah sebagai berikut:


Siji: Merupakan kata yang mewakili angka satu dalam tembung wilangan. Contohnya, "siji ora geni" yang berarti satu tidak berarti.


Loro: Kata ini menggambarkan angka dua. Misalnya, "loro wulan" yang berarti dua bulan.


Telu: Mengartikan angka tiga. Sebagai contoh, "telu sasi" yang berarti tiga bulan.


Papat: Merupakan kata untuk angka empat. Contoh penggunaannya adalah "papat asu" yang berarti empat anjing.


Lima: Digunakan untuk mewakili angka lima. Misalnya, "lima wulan" yang berarti lima bulan.


Enem: Menggambarkan angka enam. Contohnya, "enem sasi" yang berarti enam bulan.


Pitu: Kata ini mewakili angka tujuh. Contoh penggunaannya adalah "pitu wulan" yang berarti tujuh bulan.


Wolu: Merupakan kata untuk angka delapan. Misalnya, "wolu wulan" yang berarti delapan bulan.


Sanga: Digunakan untuk mewakili angka sembilan. Contoh penggunaannya adalah "sanga wulan" yang berarti sembilan bulan.


Sepuluh: Kata ini mengartikan angka sepuluh. Misalnya, "sepuluh wulan" yang berarti sepuluh bulan.


Dalam tembung wilangan, kata-kata ini dapat digunakan dalam berbagai konteks dan kombinasi untuk menyampaikan pesan dan informasi dengan cara yang khas dalam bahasa Jawa. Hal ini juga memperkaya sastra Jawa dengan memberikan nuansa yang unik dan khas pada karya-karya sastra yang menggunakan tembung wilangan.



Selain contoh-contoh yang disebutkan di atas, tembung wilangan juga dapat digunakan untuk menghitung atau mengurutkan objek, kata-kata, atau kejadian dalam bahasa Jawa. Misalnya, dalam sastra Jawa, sering kali ditemukan penggunaan tembung wilangan untuk mengekspresikan keindahan dan ritme dalam puisi atau pantun.


Salah satu contoh penggunaan tembung wilangan dalam puisi Jawa adalah sebagai berikut:


"Siji loro telu, papat lima enem,

Pitu wolu sanga, sepuluh bade kelingan.

Ing wengi wis wektu, dino wis nonggol neng kene,

Tembung wilangan, penggalan kahanan lan jati diri."


Dalam puisi tersebut, tembung wilangan digunakan untuk memberikan irama, mengatur pola ritmis, serta memberikan keunikan dalam pengungkapan makna. Sastra Jawa sering kali memanfaatkan kekayaan bahasa dan budaya Jawa, termasuk penggunaan tembung wilangan, untuk menciptakan karya-karya yang indah dan bernilai.


Selain dalam sastra, tembung wilangan juga dapat ditemui dalam percakapan sehari-hari di kalangan masyarakat Jawa. Misalnya, ketika seseorang menghitung barang atau benda-benda dalam bahasa Jawa, mereka mungkin akan menggunakan tembung wilangan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tembung wilangan dalam kehidupan sehari-hari dan budaya Jawa.


Meskipun tembung wilangan mungkin tampak rumit bagi mereka yang tidak terbiasa dengan bahasa Jawa atau sistem angka Jawa, namun bagi masyarakat Jawa, tembung wilangan merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan bahasa dan budaya mereka. Penggunaan tembung wilangan tidak hanya sebagai bentuk penghitungan atau pengurutan, tetapi juga sebagai ungkapan identitas budaya dan keindahan sastra Jawa.


Dengan begitu, tembung wilangan memainkan peran penting dalam melestarikan warisan budaya Jawa dan sebagai salah satu bentuk ekspresi seni yang unik. Terus hidupnya penggunaan tembung wilangan dalam bahasa Jawa menunjukkan keberlanjutan dan relevansinya dalam masyarakat Jawa hingga saat ini.


Demikian artikel kali ini di motorcomcom jangan lupa simak artikel menarik lainnya disini.

Posting Komentar untuk "Tembung wilangan"