Dwi wasana
Dwi wasana - Tembung Dwiwasana merupakan salah satu jenis tembung yang digunakan dalam bahasa Jawa. Tembung ini biasanya terdiri dari dua suku kata yang diulang pada bagian akhir kata. Kata "Dwiwasana" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang terdiri dari dua kata yaitu "dwi" yang berarti dua, dan "wasana" yang berarti penutup.
Tembung Dwiwasana memiliki ciri khas yaitu pengulangan dua suku kata bagian akhir pada setiap kata yang terdapat pada kalimat. Tembung Dwiwasana umumnya digunakan dalam bahasa Jawa baik dalam tulisan maupun percakapan sehari-hari. Salah satu contoh dari Tembung Dwiwasana adalah "Besisik", "Cengingis", "Cekikik" dan masih banyak lagi.
Penggunaan Tembung Dwiwasana dapat memberikan nuansa yang khas pada kalimat dan seringkali digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan atau kejadian tertentu. Selain itu, penggunaan Tembung Dwiwasana juga dapat memperkaya kosakata dan menjadikan kalimat menjadi lebih variatif dan menarik.
Penggunaan Tembung Dwiwasana juga memberikan nilai seni pada bahasa Jawa. Bahasa Jawa sendiri merupakan bahasa yang kaya akan nilai seni, sehingga penggunaan Tembung Dwiwasana dapat menambah keindahan dalam penggunaan bahasa Jawa.
Namun, penggunaan Tembung Dwiwasana juga memiliki kelemahan yaitu kurang efektif dalam menyampaikan informasi secara jelas dan singkat. Sehingga, untuk menghindari kekeliruan dalam penggunaan Tembung Dwiwasana, sebaiknya menggunakan jenis kata yang tepat dan mengutamakan kejelasan dalam menyampaikan informasi.
Secara keseluruhan, Tembung Dwiwasana adalah jenis tembung yang unik dan khas dalam bahasa Jawa. Penggunaannya dapat memberikan nuansa yang khas pada kalimat dan menjadikan bahasa Jawa lebih indah dan bermakna. Namun, perlu diingat bahwa penggunaannya juga perlu diimbangi dengan kejelasan dalam menyampaikan informasi.
Tembung Dwiwasana adalah salah satu jenis kata dalam bahasa Jawa yang memiliki ciri khas berupa pengulangan dua suku kata bagian akhir pada setiap kata yang terdapat pada kalimat. Biasanya, Tembung Dwiwasana disertai dengan kata "pating" yang membuatnya termasuk dalam golongan Tembung Kaanan.
Golongan Tembung Kaanan adalah golongan kata dalam bahasa Jawa yang menunjukkan adanya sifat atau watak. Penggunaan Tembung Kaanan sering digunakan untuk menyatakan suatu tindakan atau perbuatan. Tembung Kaanan yaiku atau adalah tembung sing mratelakake kepriye watak/sifat lan kahanane samubarang.
Contoh penggunaan Tembung Dwiwasana yang disertai dengan kata "pating" dan termasuk dalam golongan Tembung Kaanan adalah "Bocah-bocah padha pating jegeges", yang artinya anak-anak sedang asyik bermain layangan. Kemudian, "Taline pating pethethet" yang berarti istrinya sedang menyiangi padi. Serta "Wadyabala wis padha siyaga kabeh, katon padha pating bethithit" yang artinya warga desa sudah pada siaga semua, terlihat mereka sedang sibuk melakukan persiapan.
Selain itu, penggunaan Tembung Dwiwasana juga dapat diberi akhiran "an" yang mengindikasikan sebuah pekerjaan atau tindakan. Misalnya, "Aja pada cuwewekan, mundhak dadi ati" yang artinya jangan terlalu menangis dan merengek. Atau "Sapa kang cekakan neng ngarepan kae" yang artinya siapa yang bisa ngguyu pating cekakak (menirukan suara ayam berkokok). Dan "Guneman iku kang tata, aja cengengesan" yang artinya kenapa harus seperti itu, jangan terlalu cengengesan.
Penggunaan Tembung Dwiwasana dengan akhiran "pating" dan "an" memberikan nuansa bahasa Jawa yang khas dan bermakna. Namun, penggunaannya juga perlu diimbangi dengan kejelasan dalam menyampaikan informasi agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh pendengar atau pembaca. Demikian artikel kali ini di motorcomcom jangan lupa simak artikel menarik lainnya disini.
Posting Komentar untuk "Dwi wasana"