Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lingkungan belajar yang nyaman dapat diwujudkan dengan mewujudkan budaya sekolah yang positif. berikut yang bukan merupakan faktor yang mempengaruhi budaya sekolah yang positif adalah . . . .

 Pertanyaan

Lingkungan belajar yang nyaman dapat diwujudkan dengan mewujudkan Budaya Sekolah yang positif. Berikut yang bukan merupakan Faktor yang mempengaruhi Budaya Sekolah yang positif adalah ….

a. Asumsi-asumsi dasar yang dipegang oleh seluruh warga sekolah.

b. Norma yang berlaku di lingkungan masyarakat.

c. Keyakinan yang dipegang oleh seluruh warga sekolah.

d. Asumsi pribadi dari salah satu pemangku kebijakan.


Jawaban yang tepat adalah d. Asumsi pribadi dari salah satu pemangku kebijakan.


Asumsi pribadi dari salah satu pemangku kebijakan bukan Faktor yang mempengaruhi Budaya Sekolah yang positif



Budaya sekolah yang positif memiliki peran yang krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat, inklusif, dan produktif bagi siswa maupun staf. Meskipun pemangku kebijakan memiliki peran penting dalam membentuk budaya sekolah, menganggap bahwa asumsi pribadi mereka secara signifikan mempengaruhi budaya sekolah positif adalah pandangan yang perlu diperdebatkan.


Pertama-tama, budaya sekolah dibentuk oleh kerangka kerja institusi, norma-norma kolektif, dan interaksi sosial di dalamnya. Asumsi pribadi mungkin saja mempengaruhi keputusan individu, tetapi faktor-faktor ini jauh lebih dominan dalam membentuk budaya yang lebih luas dan tahan lama. Misalnya, sebuah sekolah yang memiliki kebijakan inklusif secara formal akan cenderung mendorong budaya inklusi, meskipun asumsi pribadi dari individu tertentu mungkin berbeda.


Kedua, perubahan budaya sekolah memerlukan kerja sama dan partisipasi dari seluruh komunitas sekolah. Tidak mungkin satu atau beberapa pemangku kebijakan dapat mengubah budaya sekolah secara signifikan hanya melalui asumsi pribadi mereka. Perubahan budaya membutuhkan upaya kolektif untuk mengubah praktik, kebijakan, dan interaksi sehari-hari.


Selanjutnya, ada bukti yang menunjukkan bahwa faktor-faktor eksternal, seperti kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan, memiliki dampak lebih besar pada budaya sekolah daripada asumsi pribadi pemangku kebijakan. Sekolah yang berada di lingkungan dengan tantangan sosial yang tinggi mungkin akan menghadapi kesulitan dalam mengembangkan budaya positif, terlepas dari asumsi pribadi pemangku kebijakan.


Meskipun demikian, bukan berarti asumsi pribadi tidak memiliki pengaruh sama sekali. Namun, pengaruh ini lebih bersifat individual dan terbatas dalam skala, terutama jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang telah disebutkan di atas.


Dalam kesimpulannya, meskipun asumsi pribadi dari pemangku kebijakan memiliki peran dalam membentuk budaya sekolah, pandangan bahwa pengaruh ini secara signifikan mempengaruhi budaya sekolah positif perlu dianalisis lebih kritis. Faktor-faktor institusi, norma kolektif, dan kondisi eksternal memiliki dampak yang lebih besar dalam membentuk budaya sekolah yang positif dan inklusif. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif dalam usaha untuk menciptakan budaya sekolah yang diinginkan.


Dalam konteks menciptakan budaya sekolah yang positif, langkah-langkah konkret dapat diambil untuk memastikan bahwa faktor-faktor yang lebih signifikan tersebut menjadi fokus utama:


Pembentukan Kebijakan Inklusif: Pemangku kebijakan perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengembangkan kebijakan inklusif yang mendukung diversitas, kesetaraan, dan partisipasi. Kebijakan ini harus mencerminkan nilai-nilai positif yang diinginkan dalam budaya sekolah.


Pelatihan dan Peningkatan Kesadaran: Melalui pelatihan dan program pengembangan, staf sekolah dan pemangku kebijakan dapat diberikan kesempatan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang pentingnya budaya sekolah positif dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam menciptakannya.


Keterlibatan Komunitas: Melibatkan komunitas sekolah, termasuk orang tua dan siswa, dalam proses pengembangan dan perubahan budaya sekolah dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung.


Pengukuran dan Evaluasi: Mengukur dan mengevaluasi budaya sekolah secara teratur dapat membantu pemangku kebijakan memahami dampak dari kebijakan dan program yang diterapkan serta menentukan apakah tujuan budaya positif tercapai.


Dukungan Psikososial: Mengakui pentingnya kesejahteraan mental dan emosional siswa dan staf adalah langkah kunci dalam menciptakan budaya sekolah yang positif. Menyediakan dukungan psikososial yang tepat dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.


Pemodelan Perilaku Positif: Pemangku kebijakan dapat berperan sebagai contoh dalam menunjukkan perilaku positif, kerjasama, dan etika kerja yang diharapkan dalam budaya sekolah.


Partnership Luar: Kerjasama dengan organisasi non-pemerintah, lembaga pendidikan tinggi, dan mitra lainnya dapat membantu memperkaya budaya sekolah dan membawa perspektif yang beragam.


Dengan mengambil langkah-langkah ini, pemangku kebijakan dapat berfokus pada faktor-faktor yang memiliki dampak lebih besar terhadap budaya sekolah positif. Meskipun asumsi pribadi tetap memiliki pengaruh, mereka tidak harus menjadi faktor penentu utama dalam mencapai tujuan budaya sekolah yang diinginkan. Dalam melangkah maju, kolaborasi dan komitmen dari semua pihak akan menjadi kunci untuk menciptakan budaya sekolah yang inklusif, inspiratif, dan mendukung perkembangan optimal bagi semua individu di dalamnya.

Posting Komentar untuk "Lingkungan belajar yang nyaman dapat diwujudkan dengan mewujudkan budaya sekolah yang positif. berikut yang bukan merupakan faktor yang mempengaruhi budaya sekolah yang positif adalah . . . ."